photo Arsus88baru2_zpsbe64ed0e.gif

Beberapa info Resume Buku Tsunami M. Dzikron AM. Edisi-2, 2009 yang memberikan fakta fenomena Gempa dan Tsunami di Aceh adalah rekayasa

Ada baiknya setiap peristiwa bencana diuji dalam dialektika ilmu, sehingga menjadi jelas batas antara bencana akibat dinamika alam atau bencana akibat rekayasa manusia.
1. Dis-informasi Gempa Aceh 26 Des 2004.
Tsunami Aceh dilaporkan akibat gempa sangat besar berkekuatan 9,0 SR. Dahsyatnya gempa dinyatakan sebagai ‘Megathrust Earthquake” as fourth-biggest earthquake in Century (sumber: USGS, IAGI 2005).
Namun rekaman seismograf broadband BMG mencatat sebagai gempa kuat 6,87 SR. Kategori ‘gempa kuat’ tidak signifikan untuk memicu gelombang Tsunami, apalagi membangkitkan tsunami yang dahsyat .
Dokumen resmi BMG Juni 2005 dan PTWC Hawaii 2005 menyebut: hanya gempa besar di dasar laut dengan magnitude > 7,5 SR berpotensi memicu tsunami. BMG telah menerapkan seismograf mutakhir Broadband dalam kerjasama Japan-Indonesia Seismic Network/JISNET sejak 2001 continued sampai hari ini (Bab I hal.33 dan 44).
Peristiwa gempa memunculkan gelombang seismic yang menyebabkan kerusakan di muka bumi. Sebagaimana gempa Nias 28 Maret 2005 (BMG: 8,2 SR) dengan epicenter di laut pada kedalaman fokus ~30 km; Gempa Yogya 27 Mei 2006 (5,9 SR) berpusat di laut, kedalaman fokus ~17 km, Gempa Tasikmalaya 2 September 2009 (7,3 SR) berpusat di laut pada kedalaman ~30 km; gempa Padang 30 September 2009 (7,6 SR) berpusat di laut pada kedalaman ~71 km.
Dampak langsung: ribuan rumah, gedung-gedung seketika roboh; jembatan runtuh; tanah terbelah; beberapa tebing tinggi longsor; aliran listrik dan telepon segera terputus atau terganggu. Dalam beberapa detik ribuan orang tewas akibat gempa.
Namun pada kasus Aceh 2004 tak satupun tewas (signifikan) akibat gempa, tidak terdapat rumah-rumah, gedung yang roboh, bahkan jembatan beton ~100 m di Ulee lheu tetap kokoh meski tepat di pinggir pantai. Situasi kota berjalan normal, sedang di pantai ribuan warga berebut ikan yang menggelepar akibat laut tiba-tiba surut, hal ini mencirikan warga tidak khawatir atas ‘fenomena gempa’ yang baru terjadi. (Bab III hal. 67,78 dan 92).
Maka benarkah ada gempa sangat besar yang melanda Aceh? Adakah bukti ilmiah serta bukti fisik yang obyektif? Adakah ilmuan yang memiliki bukti adanya gempa asli (real earthquake)? Selama ini masyarakat mengikuti laporan media massa tanpa menguji validitas laporan tersebut!
Laporan adanya gempa sangat besar versi USGS justru menciptakan kebingungan di kalangan ahli gempa: LIPI, BPPT, Direktur BMG, ahli dari ITB, Dept.ESDM, mereka menjadi pusing (Bab III hal.70-72).
Laporan sebagai gempa sangat besar juga dibantah oleh peneliti Danish Space Center (Denmark) melalui amatan satelit GPS selama sebulan penuh sebelum-setelah tsunami: tidak ada bukti pergeseran tanah akibat gempa. Hasil penelitian dimuat dalam buletin internasional geodesy (www.iag-aig.org, Dec 22 2005) skenario USGS gagal, tidak terjadi pergeseran pulau Sumatra atau munculnya pulau-pulau baru di barat Aceh (AFP, Feb 1 2005: Megathrust earthquake alters regional map). (Bab III hal.74-75)
2. Tsunami alamiah di Indonesia diawali Air laut meluap, bukan air laut surut.
Tsunami alamiah di Indonesia dengan tumbukan lempeng tipe convergen (subduksi): diawali gejala air laut meluap di pantai untuk kemudian disusul gelombang tsunami. Pendapat para ahli Tsunami dunia (dirangkum oleh BPPT, 2005) tsunami hanya menjangkau perairan dangkal di pantai atau pelabuhan. Dalam bahasa Jepang ‘Tsu’ adalah pelabuhan dan ‘Nami’ adalah gelombang, sehingga ‘Tsunami’ adalah gelombang laut yang melanda pelabuhan (Bab I, Gb. 1.9 hal.21-22, dan Bab II Gb. 23 dan Gb.24 hal.44-46).
Dalam prinsip penjalaran energi, Kecepatan tsunami v = √g.h ; g grafitasi (m/detik2) dan h kedalaman laut (meter). Gelombang tinggi tsunami terbentuk akibat membentur dasar pantai (perairan dangkal) dan segera melambat saat mencapai daratan (kedalaman laut 0 meter). Gelombang tsunami segera luruh menyisakan genangan air tumpah, didarat kecepatan menuju 0 km/detik sehingga ancaman tsunami menurun drastis. Secara teknis efek genangan (tsunami inundation) hanya sejauh 100-an m dari bibir pantai (Baca juga Bab VIII hal 195-197). Sebagai pembanding suatu zona pasang surut berkisar 50~100 meter.
3. Earthquake Machine
Teknologi gempa buatan ditemukan pertama kali oleh Nikola Tesla di Laboratorium Thomas Alfa Edison, AS 1935. Selanjutnya Majalah Specula edisi Januari 1978 memuat profil Scalar Earthquake Machine dengan Patent No. 511,916.
Sedang National Geographic special edisi “Violent Planet” (MetroTV, 17 Desember 2006) memuat paparan mesin pemicu gempa dari Uni Sovyet, setelah era Perang Dingin mesin dibeli oleh AS. Prinsip kerja: memancarkan gelombang elektromagnet sebagai gelombang induksi yang memicu resonansi terhadap batuan lempeng di dalam bumi, sehingga bumi memunculkan reaksi balik (real earthquake) untuk mencapai keseimbangan (Bab IV, hal.121-123).
Gempa alamiah sesungguhnya sebagai penyeimbang atas pergerakan lempeng akibat tekanan panas (magma) di dalam perut bumi. Sedang kondisi kehancuran di permukaan adalah dampak dari dinamika bumi dalam melakukan pembaruan diri menuju keseimbangan.
4. Teknologi Tsunami Buatan
Teknik peledakan bom dibawah air dapat memicu gelombang Tsunami buatan. Penerapan teknologi merujuk karakteristik air yang tidak bisa dikompresi, namun air dapat diusir menjauh dari pantai (fenomena laut surut) untuk kembali ketempat semula sebagai ‘fenomena air bah’ yang terarah. Teknologi tsunami diterapkan oleh AU Inggris (RAF) pada Perang Dunia II 1943 untuk menghancurkan Mohne Damme di Jerman, tiga buah bom dijatuhkan secara beruntun meledak di dasar bendungan.
Percobaan serupa dilakukan pada peresmian bendungan “Three Gorges Dam” di Hubei, China 6 Juni 2006 (bendungan terbesar di dunia). Peledakan beberapa bom bawah air mengakumulasi energi untuk mengusir air, kemudian berbalik menghantam tembok bendungan lama sehingga hancur. Teknik meminjam tenaga dikenal dalam pepatah “menepuk air di dulang terpercik muka sendiri” Secara teknis: air yang terusik menjauh, menghimpun energi untuk balik melawan, semakin cepat, semakin besar volume air yang terusir maka energi yang balik akan dahsyat seperti air bah berkekuatan raksasa (Bab IV hal.105-109).
Ilustrasi: Bila peledakan bom dilakukan beruntun di dasar laut (di dekat pantai), menghasilkan efek air terusir menjauh (fenomena surut di pantai) dan terakumulasi bertemu dengan gelombang samudra sehingga berbalik menerjang pantai sebagai gelombang laut ‘air bah raksasa’.
5. Lain-lain
Dalam sub bab fenomena non alamiah ditunjukkan bukti-bukti: tanah, rerumputan, pohon tinggi hangus akibat gelombang tsunami. Bukti-bukti survei, laporan khusus media massa, ditemukan mayat-mayat hangus ditelan gelombang tsunami, sebagian korban ditemukan di pantai Lhoknga. Juga laporan UNEP terdampahnya sampai nuklir di pantai Somalia akibat tsunami Aceh (PBB, 23 Feb 2005).
Buku ini juga membahas fenomena tsunami Pangandaran 17 Juli 2006 yang diawali oleh fenomena laut surut, namun tidak ditemukan kerusakan akibat gempa. Tidak ditemukan pula kerusakan gempa dan tsunami yang melanda Pulau Christmas (lokasi wisata perjudian milik Australia) yang berada di dekat pusat gempa (Bab VIII, hal 197-198). Tsunami pangandaran hanya mengarah ke pantai selatan Pulau Jawa.
Bab X dibahas fenomena Lumpur Lapindo sebagai bencana akibat campur tangan manusia (hal 217- dst.)
Bila terjadi gempa sangat besar (M≥ 9,0 SR):
Sedahsyat apakah gempa 9,0 SR? Pembaca dapat menguji dari berbagai sumber lain (USGS, BMG, wikipedia, dll). Energi gempa setara 36.700 bom nuklir Hiroshima, menghasilkan kerusakan total dalam radius ~300 km dari pusat gempa, berciri: total damage, wave seen on ground surface. Seluruh bangunan beton runtuh, hanya sedikit bangunan tersisa: jembatan beton runtuh, rel kereta api bengkok, dan benda-benda terlempar ke udara.
Guncangan gempa 9,0 SR berarti 1000 x lipat kekuatan gempa 6,0 R. Kategori gempa kuat 6,0~6,9 R berciri “General panic, some walls fall” mampu merusak bangunan berkonstruksi buruk-sedang dalam radius ~100 km. Frekwensi munculnya ‘gempa sangat besar’ berpeluang terjadi 1 x setelah 20 tahun, sedang ‘gempa kuat’ terjadi 120 x setiap tahun.
Lampiran ringkas:
Keterangan Skema Tsunami BMG:
Sumber gelombang tsunami tepat diatas lokasi patahan (tipe: thrust). Patahan thrust membentuk kolom air naik, mendesak volume sehingga air laut meluap di pantai (flood tide), tidak mengakibatkan surut di pantai.
Test: kita dapat melakukan percobaan di lab. Bila dasar kolam bergeser naik terjadi gejala air meluap, dan bila dasar kolam turun air akan surut, dampak berikutnya usikan naik atau turun membentuk aliran ombak berosilasi menuju keseimbangan.
Jaringan pengamatan BMG, Seismograf Broadband (JISNET) berteknologi digital dan realtime, tidak perlu lagi konversi hitungan manual dari operator.
Rekaman goresan seismograf hanya terjadi sekali, tak bisa diulang satu detik saja.
Sementara itu Direktur BMG pertanggal 29 Desember 2004 merubah data rekaman untuk disesuaikan dengan laporan USGS. Sampai hari ini 2009 (lima tahun pasca tsunami) tidak ada data pembanding, negara tetangga terdekat (India, Malaysia, Singapura, Pakistan, Jepang, dll.) ‘tiarap’ mereka tidak mempublikasikan hasil rekamannya. Sementara USGS tidak pernah memiliki seismograf di P. Sumatra. Laporan gempa Aceh berupa asumsi, sehingga pembaca mendapati data berubah-ubah mulai 8,0; 8,1; 8,5; 8,9; 9,0 sampai 9,3 SR, dan angka akhir yang mereka sepakati adalah 9,0 atau 9,15 SR (bab II hal 33-43). Sesungguhnya goresan ‘rekaman’ seismograf hanya terjadi sekali dan tidak bisa diulang satu detik saja, namun data di komputer dapat diubah (overwrite).
Kutipan lain:
Magnitude 8 and greater earthquakes are capable of devastating large areas. The shallow September 25 Hokkaido earthquake occurred about 60 km offshore. If the earthquake had occurred directly beneath a populated region, damage would have been more severe. (USGS Earthquake Hazards Program Earthquake Report HOKKAIDO, JAPAN REGION) Magnitude 8.3 R , 2003 September 25 19:50:06 UTC.
Gelombang tsunami melanda 12 negara di Asia dan Afrika. Di Aceh Tsunami melanda wilayah yang lebih maju secara ekonomi dan intelektual.
Data rujukan:
• Bukti-bukti pepohonan tinggi, rerumputan, tanah dan mayat hagus akibat gelombang laut pada fenomena Tsunami Aceh (sumber: Tim survei PT. Pos Indonesia dan Tim survei KLH).
Photo tanah, rerumputan, mayat hangus lokasi di Pantai Lhoknga 28 Desember 2004 (sumber: Tim survei KLH)
• Laporan khusus Nany Wijaya: “Tiga anaknya ditemukan hangus di Kampung Bahagia”, dan “Sekampung, lebih dari seribu orang lenyap”, Jawa Pos, 21 Januari 2005.
• Lembaga CTBTO sebagai pengawas percobaan nuklir memperingatkan akan terjadinya gempa bumi massif di bawah laut sebelum 26 Desember 2004 (AFP, Jan 6th 2005).
• UN: Nuclear Waste Being Released on Somalia’s Shores After Tsunami (By Cathy Majtenyi, VOA News, Feb 23, 2005).
Juru bicara Voice of America (VOA) memberi alasan sampah nuklir tersebut akibat limbah industri, limbah rumah sakit serta limbah kimia dari Eropa. Penjelasan VOA tidak tepat bila dikaitkan tata cara pembuangan limbah nuklir yang harus dikemas dalam wadah kedap (semacam kapsul) sehingga mampu bertahan minimal 100 tahun serta diletakkan di suatu tempat yang termonitor atas kondisi perubahannya. Konvensi London 1972 melarang pembuangan limbah nuklir radio aktif di lautan, dikukuhkan lagi tahun 1993.
————000————
Demikian beberapa catatan yang kami rangkum, semoga menambah kejelasan atas berbagai informasi bencana di Indonesia.

Sumber :
http://www.ilmupsikologi.com/?p=650

Tidak ada komentar: